Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2019

(20) Anganku yang diam

Anganku yang diam, ingin hati bersuara Ucap harap ditatap mata. Namun angan hanya bisa merangkai tanya. Engkau yang terkadang dekat Namun, tak terjangkau membuatku resah diri Tanya ini tanya itu hanyalah semu.

(19) Beranjak dari tangis

     Beranjak dari tangis adalah bias awan              Juga cahaya bianglala          Yang menghiasi cakrawala        Riaknya seperti terang juga        kejernihan kapas yang diterbangkan                      Oleh  angin           Timbul tenggelam dalam                 balutan  kerinduan           Bisu memaku pada waktu

(18) Benci tuk melupa

Pernah kah kalian mendengar pernyataan tentang 'Benci tuk melupa'? Bukankah dengan seperti itu kita membatasi ruang gerak seseorang yang telah lama mengisi kosongnya hati, seegois kah kita? Banyak orang beranggapan dengan seperti itu seketika masalah akan selesai. Mungkin benar, selesai. Namun selesai satu pihak. Bisa kah lebih dewasa soal ini? Saat awalnya biasa saja menjadi asing, apa sulitnya berdamai. Memaafkan satu sama lain, dengan demikian tidak ada lagi perasaan yang menyakiti kedua pihak. Desi Dwiyanti

(17) Yang terlupakan

Antara mengingat dan melupakan apa bedanya? Bukankah dalam kenangan tiada kefanaan? Seumpama, kelip bintang dan gelap yang menghampiri malam dan menawan rasa rindu, tiap kelip dan padamnya bukankah ia bagian daripada waktu? Ia akan terus mengembara dan  menyempurnakan kesunyian. Sebenarnya ingin kubakar diriku agar semua yang tersisa bisa lupa, Tetapi setelah jadi abu Bukankah harapan baru akan mucul? Jika demikian, bukankah melupakan adalah cara terbaik untuk menyempurnakan nya? yang terlupakan hadirnya. Desi Dwiyanti

(16) Ego

       Aku masih berbicara tentang rindu      Rindu yang semakin membabi buta   Meminta temu yang tak kunjung hingga     Sedang jarak dan waktu masih betah                      memisahkan        Getir, jemariku ingin ku sampaikan             Namun ego masih bertuan. Salam penuh kerinduan Desi Dwiyanti

(15) Saksi Bisu

Disini, ditempat ini Aku melihatmu tanpa sengaja Kita yang masih malu-malu kala itu Tawaan seisi ruangan menyoraki ku dengannya Waktu berlalu sangat cepat Ditempat yang sama Aku mengenangmu Sedang jarak dan waktu masih betah memisahkan Tempat ini menjadi saksi bisu Atas kebahagiaan yang pernah kurasakan. Salam hangat, Desi Dwiyanti.

(14) Kamu

                   Percayakah kamu,                       Aku selalu ada,          Meski hadirku tak kau sambut,     Campakkan aku dalam kesendirian,            Hanya mampu tuk mengadu,                    Mengadu pada DIA,           Agar dia dengar pintaku satu,            Cukup kau menoleh ke araku. E.S.W

(13) Apakabar?

Hai... Apa kabar? Ku harap kau baik baik saja Sudah lama ya kita nggak ketemu Aku rindu, Aku ingin melihat senyumu lagi Bagaimana? Kau sudah bahagia? Aku ikut bahagia jika kau bahagia Jangan khawatirkan aku ya Benar katamu: Aku harus sabar dan memahami Tapi aku capek memahamimu terus terusan Sedangkan kamu sibuk dengan duniamu sendiri Entahlah ini pantas atau tidak kusampaikan Untuk saat ini, namamu masih melekat di hatiku. Salam penuh kerinduan, Desi.

(12) Marhaban Ya Ramadhan

Melakukan kesalahan sudah sering dilakukan Belum sempat meminta maaf Sudah melakukan nya lagi Rasa ego dan gengsi memanglah tinggi Namun,pantaskah jika kita memiliki sifat mendendam? Tuhan saja pemaaf,Lalu apa yang membuatmu rugi? Diterima atau tidaknya tak apa Yang penting sudah berniat baik Marilah buka lembaran baru Dibulan penuh berkah ini! Desi Dwiyanti               Marhan Ya Ramadhan 🙏

(11) Memorial lagu klasik

Alunan lagu berdentum keras malam itu Setiap syair yang dinyanyikannya air mataku menetes Mengingatkan kepada seseorang yang jauh disana Dingin nya angin malam merasuk kalbu Tak ada yang bisa kulakukan selain mematung Menahan rasa sakit soalmu Andai saja kau ada malam itu Mungkin akan terasa indah jika menyanyi bersama